Ketahanan Ideologi Pancasila di Era Digital (Siber)
“Teknologi digital serta dunia siber membuka
peluang kepada kita untuk lebih memperkuat ketahanan ideologi atau ideology resilience
tentang Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penguatan
itu terutama dilakukan kepada generasi Z dan Alpha yang memang digital
natives atau sudah mengenal teknologi digital dan dunia siber sejak lahir.
Peluang ini harus ditangkap oleh Badan Pembinaan ideologi Pancasila Republik
Indonesia (BPIP RI). Sudah saatnya kita membangun ideologi dan memperkuatnya
dengan menggunakan perangkat-perangkat kemajuan zaman seperti teknologi digital
dan memanfaatkan ruang siber”, demikian pengamat teknologi dan transformasi
digital Riri Satria memberikan pendapatnya mengenai ketahanan ideologi
Pancasila dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2023.
Perkembangan teknologi digital dan ruang siber
memang memiliki dua sisi bagaikan pisau bermata dua. Di satu memberikan banyak
peluang untuk menyebar kebaikan, namun di sisi lain juga menjadi tempat
bersarangnya hal-hal yang merusak tatanan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Di satu sisi dapat dipergunakan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan serta berbagai
hal baik atau positif lainnya, namun di sisi lain juga dapat berisikan hoax
serta hal-hal yang menyesatkan, bahkan bisa sebagai pemicu konflik di
masyarakat.
Lebih lanjut Riri Satria menyampaikan bahwa
sampai saat ini kita belum menemukan sumber rujukan atau sumber belajar yang
komprehensif dan holistik mengenai ideologi Pancasila. Ini penting sekali dan
sangat dibutuhkan supaya masyarakat memahami bagaimana nilai-nilai inti atau core
value dari Pancasila itu sendiri.
“Namun ini pendekatannya tentu tidak bisa
secara dogmatik semata, harus melalui suatu dialektika atau argumen-argumen
filosofis yang kuat. Dengan demikian Pancasila menjadi menarik untuk dipelajari
lebih mendalam dan sekaligus memperkuatnya atau meningkatkan ketahanannya
melalui dialektika tersebut. Proses ini haru dikawal oleh BPIP dan tentu saja
tidak menyediakan ruang untuk mereka yang justru ingin meruntuhkan Pancasila”,
demikian Riri Satria melanjutkan.
Teknologi digital dan ruang siber menyediakan
semua fasilitas terebut, mulai dari media sosial, media daring, educational
technology, sampai dengan teknologi mutakhir seperti metaverse
bahkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence.
Riri Satria yang juga dosen Fakultas Ilmu
Komputer Universitas Indonesia ini memberikan catatan khusus terkait dengan AI,
“Khusus untuk AI yang saat ini berkembang generative AI seperti ChatGPT dan
sejenisnya, maka kita harus mengisi ruang siber atau jejak digital dengan
konten ideologi Pancasila yang benar, supaya ketika dilakukan proses kompilasi
dan bahkan analisis oleh aplikasi generative AI, tidak terjadi kesalahan atau
bahkan kesesatan. Ini penting sekali. Lagi-lagi, harapan besar tentu kita taruh
ke tangan BPIP”.
Saat ini jika kita akses YouTube dan kita
masukkan kata kunci Pancasila, maka kita akan menemukan lebih banyak konten
berisikan acara-acara formalitas terkait Pancasila daripada konten terkait
pendidikan subjek Pancasila itu sendiri. Ini tentu menunjukkan bahwa
pemanfaatan teknologi digital dan ruang siber untuk memperkuat ketahanan ideologi
Pancasila belum memanfaatkan teknologi digital dan ruang siber secara optimal.
Situasi ini harus kita balik, di mana kita bisa menjadikan media sosial seperti
YouTube ini juga sebagai tempat menyebarkan konten yang benar tentang Pancasila
dan menjadi sumber tujukan tentunya. Lagi-lagi peranan BPIP sangat penting.
“Sudah saatnya Pancasila diperkaya dengan bahasan konten tentang teknologi digital dan ruang siber, sustainable development goals atau SDG, dan sebagainya, serta memanfaatkan teknologi digital dan ruang siber sebagai media penyampaiannya”, demikian Riri Satria menutup penjelasannya.