Sebuah Dialog Puitis tentang Sunyi dan Bunyi - Riri Satria - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Sebuah Dialog Puitis tentang Sunyi dan Bunyi - Riri Satria

Sebuah Dialog Puitis tentang Sunyi dan Bunyi - Riri Satria

 SEBUAH DIALOG PUITIS TENTANG SUNYI DAN BUNYI

Riri Satria



Sebuah rangkuman percakapan Riri Satria dengan Emi Suy pada acara Forum Diskusi dan Baca Puisi #2, di Cafe Cerita, Jalan Otista Jakarta Timur, Sabtu tanggal 20 Maret 2021. Topik acara tersebut adalah Sunyi, Bunyi, dan Puisi, bersama penyair Emi Suy, penulis buku puisi Tirakat Padam Api (2011), Alarm Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018) serta Api Sunyi (2020). Acara ini diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Puisi Dunia atau World Poetry Day 2021 tanggal 21 Maret 2021. Dialog ini dirangkum oleh Riri Satria. 


Riri: Emi sangat dekat dengan diksi sunyi, bahkan ada yang memberi julukan kepada Emi bahwa si Emi itu penyair sunyi. Bisakah Emi jelaskan apa yang Emi maksud dengan sunyi di sini? Bayangkan, tiga buku puisi pada satu trilogi memiliki judul sunyi. Pasti diksi sunyi di sini memiliki suatu makna yang istimewa. Silakan dijelaskan.


Emi: Bagi saya sunyi itu inti, di mana kita berasal dan kembali. Dalam Sunyi saya merasa segalanya menjadi terbuka, arah, jalan, pesan bahkan tujuan. Maka sunyi menjadi sumber penciptaan bagi saya dengan menggali berbagai makna sunyi itu sendiri. Bagi saya sunyi itu mempunyai esensi tersendiri. Sebagai perempuan, melalui sunyi saya menziarahi labirin diri saya sendiri. Sebab hari-hari terlalu riuh, terkadang penat, lelah mendera setelah seharian jungkir balik menembus waktu, tenggelam oleh rutinitas yang mau tidak mau telah mendikte hari-hari saya. Maka melalui sunyi saya menemukan kemewahan, healing, kekuatan, saya membutuhkan sunyi lantas tersesat di dalamnya dan melahirkan karya sunyi yang berbunyi. Bahwa sunyi yang gaduh yang berisik dan bising.


Riri: Bagaimana proses kreatif seorang Emi Suy dalam menciptakan sebuah puisi. Apakah harus bersunyi dulu atau bagaimana? 


Emi: Proses kreatif penciptaan puisi-puisi, saya dapat menuliskannya kapan saja. Saya tidak butuh waktu khusus ataupun harus bersunyi-sunyi. Sebagai contoh saya bisa menuliskan puisi sebait dua bait bahkan lebih ketika kata-kata telah memanggil saya untuk menuliskannya. Ketika sambil mencuci pakaian, mau tidur, bangun tidur, tengah malam ketika terbangun, perjalanan ke tempat kantor, traveling di berbagai tempat bersejarah atau tempat lainnya, bahkan ketika nongkrong di kamar mandi pun saya bis amenuliskan puisi. Hobi saya yaiyu photografi setidaknya membantu saya mengabadikan momen untuk dapat saya tuangkan ke dalam puisi, karena saya mendengar, melihat, merasakan, maka saya ingin mengabadikan tak hanya dalam hasil jepretan foto, namun dalam bentuk puisi. Setelah itu teks puisi yang sudah dituliskan dapat saya perbaiki sampai akhirnya sudah bagus menurut saya.


Riri: Dalam perjalanan karir Emi sebagai penyair, siapa sajakah sosok-sosok yang berpengaruh yang memberi warna kepada Emi? Mengapa demikian? Apa pengaruh atau warna yang mereka berikan? Silakan dijelaskan.


Emi: Banyak sekali yang memberikan saya warna, mempengaruhi proses kreatif saya. Utamanya adalah keluarga, guru-guru menulis saya yang saking banyaknya saya tidak bisa menyebutkan satu persatu. Juga para sahabat di beberapa komunitas yg saya ikuti, terutama Jagat sastra Milenia (JSM),  merupakan rumah kreatif saya, dan tidak hanya sekedar rumah tempat berkarya, namun juga merawat kekeluargaan. Inspirasi dan warna juga datang dari sumber-sumber bacaan seperti buku-buku sastra karya penyair Indonesia maupun luyar negeri. Sampai saat ini saya masih ikut kelas penulisan puisi, dan itu adalah faktor lain yang dominan mempengaruhi proses kreatif saya. Buat saya, belajar itu adalah proses yang selalu berjalan dan tidak boleh berhenti. 


Riri: Topik apa yang Emi angkat dalam puisi yang ditulis?

Emi: Topiknya sangat beragam, dan saya memang tidak terikat dengan topik spesifik apapun. Ada tentang kehidupan sehari-hari, tentang kondisi sosial masyarakat, tentang sejarah, dan sebagainya. Namun saya menaruh perhatian khusus kepada topik-topik kemanusiaan, terutama terkait dunia perempuan. Terkait topik ini, di dunia fotografi, karya foto saya pernah dipamerkan pada Pamaren Fotografi Nasional dengan tema "The Power of Women" di Kampung Barito Bandung dan Silver Road Gallery Bandung pada tahun 2016.


Riri: Apa pesan Emi untuk para penulis pemula?


Emi: Jangan pernah takut berkarya, dan yang paling penting, jangan pernah berhenti belajar. Kita harus tetap terus belajar, karena itu yang membuat karya yang kita hasilkan menjadi lebih baik lagi. Sampai saat ini saya masih tetap belajar dengan ikut kelas penulisan puisi di beberapa tempat, terutama daring. Selalu ada pengetahuan baru untuk membuat puisi saya menjadi lebih baik lagi.

Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact