Catatan Peluncuran Buku "Winter In Paris" Riri Satria di Ubud, Bali, 2017 - Emi Suy - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Catatan Peluncuran Buku "Winter In Paris" Riri Satria di Ubud, Bali, 2017 - Emi Suy

Catatan Peluncuran  Buku "Winter In Paris" Riri Satria di Ubud, Bali, 2017 - Emi Suy

CATATAN PELUNCURAN  BUKU "WINTER IN PARIS" RIRI SATRIA DI UBUD, BALI, 2017

Emi Suy



Senja itu sedikit mendung dan gerimis ritmis menebar suasana romantis di Ni Rodji Cafe, The Blanco Renaissance Museum, Ubud, Bali. Dari atas bukit kendaraan terlihat ramai memadati Jalan Raya Campuhan. Pada ketinggian bukit inilah buku “Winter in Paris”, antologi puisi sahabat saya Riri Satria segera diluncurkan, dalam rangkaian acara Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017. 


Dalam udara lembab dan angin menyapa dari pepohonan yang membingkai resto itu, saya merasakan desir alam menyapa sangat natural dan romantis, membuat nyaman dan betah bersama menu khas dan unggulan resto tersebut.


Pukul 15:30 waktu Bali, Ditta dan Booke hadir di ruang acara. Keduanya akan memandu dialog sekaligus penerjemah bahasa. Beberapa hadirin dan petugas resto terlihat menyiapkan tempat diskusi, meja kursi pembicara dan narasumber. Di meja tamu sudah terpajang buku “Winter in Paris”, didampingi buku “Jendela”, antologi puisi Riri Satria yang sudah diterbitkan setahun sebelumnya, tahun 2016.


Saya masih mengingat lagi suasana di Ni Rodji Cafe, 26 Oktober 2017 itu. Menatap senja di langit Ubud dan mengingat suasana Bali dengan keindahan dan keramahan baik penduduk asli Bali maupun turis mancanegara. Mereka semua ramah. Toleransi yang begitu harmonis, membuat semua pengunjung betah berwisata ke pulau dewata.


Waktu peluncuran buku “Winter in Paris” segera dimulai. Semua pengunjung resto dan hadirin undangan bersiap mengikuti jalannya acara.


Ini adalah buku kumpulan puisi tunggal kedua karya Riri Satria, yang lahir di kota Padang, Sumatera Barat, tanggal 14 Mei 1970. Buku pertamanya adalah antologi puisi “Jendela”. Nah, buku puisi “Winter in Paris” ini menjadi sangat berbeda karena semua puisi dalam buku ini berbahasa Inggris, bukan terjemahan ke dalam Bahasa Inggris, melainkan memang aslinya ditulis dalam Bahasa Inggris oleh Riri Satria.


Diskusi berjalan sangat seru dan lumayan lama, ada beberapa penanya di sela-sela sesi tanya jawab. Pada sebuah kesempatan, saya bertanya, “Menulis Puisi adalah sebuah ruang untuk bersunyi di sela hiruk-pikuk kompleksitas dan kejenuhan rutinitas. Apakah lantas Bang Riri menulis puisi menjadikan kebutuhan untuk menyeimbangkan hidup?”


Riri pun menjawab, iya! Dalam aktivitasnya yang padat beliau membutuhkan ruang untuk bersunyi lepas dari identitas dirinya sebagai CEO pada Value Alignment Group, perusahaan penyedia jasa profesional di bidang manajemen, yaitu konsultan dan riset bidang manajemen strategis, pengembangan organisasi, human capital management, serta manajemen teknologi informasi dan inovasi bisnis berbasis teknologi informasi. Selain itu pada dunia akademik, Riri Satria adalah seorang dosen pada Program Magister Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (MTI-UI).


Ternyata seorang Riri Satria juga butuh waktu "bersunyi" sejenak untuk mendapatkan energi agar bisa ditulis jadi puisi, termasuk ketika di Paris. Dia bercerita bagaimana duduk di bawah Menara Eiffel atau di tepi sungai Seine, dan seketika inspirasi itu datang dan ditulis jadi puisi.


Saya merasa bahagia dan senang karena menjadi saksi dari perbincangan senja yang sedikit pucat di mana kelahiran “Winter in Paris” dirayakan oleh para hadirin serta beberapa tamu istimewa yang diundang Riri Satria. Hadir dalam perhelatan itu temannya dari Paris, Pak Alijullah Jusuf dan istri, juga ada penulis senior Debra Yatim beserta adiknya Deny Yatim. Juga ada Gracia Tobing deklamator di Women Poetry Slam, dan masih banyak lagi tamu undangan lainnya, terlihat beberapa bule dan pengunjung resto juga membaur dalam acara ini. 


Sejumlah undangan turut membacakan puisi “Winter in Paris”, dan saya kebagian juga baca puisi berjudul Louvre. Saya menikmati puisi Louvre, Riri Satria menuliskan peristiwa puitik tersebut seperti menemukan kembali dunianya yang sempat hilang. “Saya menemukan kembali dunia saya yang dulu sempat hilang,” ungkap pria yang gemar memotret itu.

“Winter in Paris”, buku ini membawa angan saya menikmati musim dingin di Paris, melihat cover dan membaca puisinya (meski saya butuh penerjemah) saya serasa mendapat gambaran keindahan kota Paris, romantisnya kota itu saat senja di musim dingin, terbayang suasana di sana, bangunan- bangunan berarsitektur klasik dan megah, sungai yang bening, udara yang bersih, juga esona ikon-ikon Paris seperti Eiffel, Arc De Triomphe dan Louvre di saat winter semakin indah. Konon katanya, di Paris – puisi tak pernah berhenti.


Ada pesan yang disampaikan Riri Satria senja itu, “Menulis puisi, ya tuliskan saja apa yang terasa di pikiran dan hati, apapun itu . Hidup itu adalah puisi yang yang tak pernah selesai. Jadi tuliskanlah semuanya.” Dan ada hal yang saya tangkap dari sosok Riri Satria, adalah sosok manusia kaya warna dalam hidupnya. Memiliki kapabilitas dalam berbagai bidang, di atas kemampuan rata-rata orang kebanyakan.


Problematika, dinamika hidup yang kadang membuat jenuh penat dan lelah maka puisi adalah obatnya. Bahwa seni (berkesenian) adalah menyeimbangkan hidup ini. Seperti “Winter in Paris” mengajak kita menemukan kembali sebuah dunia yang sempat hilang. 

Ya mungkin, Riri Satria  akan kembali mengumpulkan berjuta kerinduan dan lembar-lembar puitik di bawah Eiffel, di Sungai Seine, di musim dingin di Paris, di sela-sela kesibukannya di sana.


Salam literasi


16/11/2017


Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact