Sebuah Dialog Puitis tentang Spiritualitas dan Cinta - Riri Satria - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Sebuah Dialog Puitis tentang Spiritualitas dan Cinta - Riri Satria

Sebuah Dialog Puitis tentang Spiritualitas dan Cinta - Riri Satria

SEBUAH DIALOG PUITIS TENTANG SPIRITUALITAS DAN CINTA

Riri Satria



Sebuah rangkuman percakapan Riri Satria dengan Rissa Churria dalam Forum Diskusi dan Baca Puisi #3 dengan topik Spiritualitas, Cinta, dan Puisi, diselenggarakan Jagat Sastra Milenia bersama penyair Rissa Churria di Cafe Cerita, Jakarta Timur, Minggu, 4 April 2021. Rissa Churria adalah Guru YPI Nurul Azhar Bekasi dan YPI Al-Hikmah Annajiyah Bogor, penulis buku puisi Harum Haramain (2016), Perempuan Wetan (2017), Blakasuta Liku Luka Perang Saudara (2018), serta Matahari Senja di Bumi Osing (2020), salah seorang pendiri Jagat Sastra Milenia.

 

Riri: Topik yang Rissa angkat ini menarik, tentang spiritualitas, cinta, dan puisi. Bisa dijelaskan maksudnya?

 

Rissa: Buat saya, cinta itu ada tiga pilar. Pilar pertama adalah cinta yang diucapkan atau kata-kata. Ini cinta yang terdapat dalam ungkapan kata-kata indah. Lalu pilar yang kedua, cinta yang ada di dalam hati atau cinta yang dirasakan. Sedangkan yang ketiga adalah yang dilakukan atau diwujudkan dalam perbuatan nyata. Nah, ketiganya harus selaras atau sinkron, baik yang diucapkan, dirasakan, serta yang diwujudkan atau dilakukan. Ketiga pilar itu harus ditaruh dalam kerangka spiritualitas, di mana cinta itu adakah anugerah dari Tuhan, dan cinta tertinggi itu kembali kepada Tuhan.

 

Riri: Lalu bagaimana dengan puisi? Apakah puisi itu masuk ke dalam pilar yang pertama, yaitu cinta yang diucapkan karena puisi berbentuk teks?

 

Rissa: Puisi berbentuk teks walau bisa diperkaya dengan simbol lainnya non-teks. Namun, teks puisi ini harus lahir sebagai hasil dari sinkronisasi ketiga pilar yang saya sampaikan tadi. Puisi adalah bukti teks atau tertulis wujud cinta, namun cinta itu sendiri lebih luas dan dalam, dirasakan, diwujudkan, dan yang tertinggi adalah kepada Tuhan.

Riri: Bagaimana dengan semua hal itu terangkum dalam buku puisi Rissa yang pertama, Harum Haramain?

 

Rissa: Buku puisi saya yang pertama 'Harum Haramain' yang terbit tahun 2016, berisikan semua puisi yang saya tulis selama di Mekkah dan Madinah. Itu adalah sebuah perjalanan spiritual buat saya, dan sekaligus perjalanan penuh cinta. Cinta yang mana? Cinta yang tertinggi, cinta yang dilandasi spiritualitas, cinta saya kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Semua rasa cinta saya itu saya tuliskan dalam puisi. Jadi, ini adalah sebuah buku puisi tentang perjalanan spiritualitas dan cinta, yaitu cinta kepada Sang Pencipta.

 

Riri: Bagaimana dengan buku puisi Rissa yang lain?

 

Rissa: Semua juga berkisah tentang cinta dalam wujud puisi. Rasa cinta saya kepada kebudayaan dan kemanusiaan. Buku puisi saya yang terakhir 'Matahari Senja di Bumi Osing' terbit tahun 2020 yang lalu, saya berkisah tentang cinta saya kepada Bumi Osing atau Banyuwangi, tentang kebudayaannya dan semua sendi kehidupan di sana. Banyuwangi  memiliki kenangan tersendiri dalam hidup saya dan bagian dari sejarah hidup saya.

 

Riri: Bagaimana dengan buku puisi 'Blakasuta Liku Luka Perang Saudara'? Ini juga sangat menarik. Bisa diceritakan.

 

Rissa: Buku ini berisikan puisi tentang kemanusiaan, yaitu terjadinya perang saudara di berbagai tempat di dunia ini. Menurut saya, perang itu adalah tragedi kemanusiaan dengan segala dampaknya. Untuk menulis puisi seperti ini, saya banyak membaca literatur mengenai perang saudara di dunia ini. Ada sisi spiritualitas yang ingin saya sentuh di sini, bahwa perang itu mendatangkan bencana bagi kemanusiaan.

 

Riri: Nah, ini menarik, ternyata bagi seorang Rissa Churria, menulis puisi itu juga perlu banyak studi literatur ya?

 

Rissa: Oh iya. Puisi itu kan kaya intelektual juga yang ikut serta mengungkap kehidupan manusia. Puisi walaupun disajikan untuk menggugah rasa atau batin, namun tetap harus memiliki keakuratan fakta tertentu, lalu dikemas secara kreatif. Puisi tidak bisa ditulis asal-asalan kan?

 

Riri: Bagaimana dengan buku puisi 'Perempuan Wetan' yang terbit tahun 2017?

 

Rissa: Oh, kalau buku itu semacam kumpulan puisi macam-macam, baik yang saya tulis di media sosial, maupun yang dimuat di berbagai media massa. Namun, topiknya tetap tentang cinta dan spiritualitas.

 

Riri: Baik, sekarang bisa diceritakan bagaimana proses kreatif seorang Rissa Churria dalam menulis puisi?

 

Rissa: Saya menemukan ide untuk ditulis jadi puisi bisa di mana saja, pas lagi di kereta api, lagi ngajar, lagi jalan-jalan, atau berbagai aktivitas lainnya. Nah, ketika ide itu muncul, saya catat dan tuliskan, baik di catatan kecil maupun handphone. Nanti setelah agak tenang, semua catatan tersebut saya buka kembali, lalu saya ramu menjadi puisi. Ada ide yang akhirnya saya drop atau tidak jadi puisi, ada juga yang saya tuntaskan menjadi puisi. Proses menjadi puisi itu tidak sekali jadi. Saya perlu revisi sampai saya rasa sudah baik. Revisinya bisa sampai tiga atau empat kali.

 

Riri: Menarik. Nah, sekarang proyek puisi apa yang sedang dikerjakan?

 

Rissa: Saya banyak menulis puisi bertemakan wayang. Saya jatuh cinta kepada wayang, di mana menurut saya banyak sekali yang bisa dipelajari di sana. Kemudian di waktu senggang saya membuat video baca puisi, dan terakhir sedang mempersiapkan buku puisi saya berikutnya. Draf sudah selesai, sedang dalam proses finalisasi.

 

Riri: Apa saran Rissa kepada para penulis yang baru mulai mencoba menulis puisi?

 

Rissa: Satu hal yang penting, jangan pernah takut menulis. Kita harus memerangi rasa takut itu terlebih dahulu. Harus ada keberanian. Mengenai kualitas puisi bisa kita benahi sambil jalan, artinya jangan pernah berhenti belajar. Hal yang sangat penting untuk disadari adalah, puisi itu adalah karya intelektual, bukan sekedar main-main, maka jalani dengan serius.


Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact