Naning Scheid: Menulis Sastra yang Baik itu Harus Memiliki Referensi Yang Kuat - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Naning Scheid: Menulis Sastra yang Baik itu Harus Memiliki Referensi Yang Kuat

Naning Scheid: Menulis Sastra yang Baik itu Harus Memiliki Referensi Yang Kuat

Naning Scheid: Menulis Sastra yang Baik itu Harus Memiliki Referensi Yang Kuat



“Menulis sastra yang baik itu, apakah itu novel, cerpen, puisi, apalagi esai, harus memiliki referensi yang kuat. Referensi itu dapat diperoleh melali studi literatur, wawancara dengan berbagai pihak, serta mengunjungi tempat-tempat yang menjadi latar belakang tulisan tersebut”, demikian sastrawan asal Indonesia yang sekarang bermukim di Brussels, Belgia, Naning Scheid menjelaskan dalam acara Ruang Jabatangan #1 Jagat Sastra Milenia bertajuk "Persentuhan Naning dengan Poésie Française".

 

“Untuk menulis cerpen saya yang berjudul Cakar Dubuk Tutul, saya melakukan riset mendalam tentang ritual dubuk tutul di Malawi, serta hal-hal yan terkait denan itu. Tidak mudah melakukan riset demikian, namun harus dilakukan untuk menghasilkan cerpen yang baik. Data riset tersebut tentu saja diolah dengan proses kreatif untuk menghasilkan karya sastra seperti cerpen ini”, demikian Naning melanjutkan.



Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Jagat Sastra Milenia didukung oleh media daring SastraMedia, bertempat di Resto Satay House Senayan di Jalan Salemba Raya, Jakarta (Minggu 25/06/2023) dan disiarkan secara langsung melalui Facebook dan Instagram.

 

Selain menampilkan Naning Scheid sebagai narasumber, acara tersebut juga menampilkan Riri Satria  (Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia dan Pemimpin Umum SastraMedia) sebagai penanggap, moderator Sofyan RH Zaid (Pemimpin Redaksi SastraMedia), dan sebagai pembawa acara adalah Emi Suy (Pengurus Jagat Sastra Milenia dan Sekretaris Redaksi SastraMedia.

 

Ungkapan Naning itu diamini oleh Riri Satria, di mana keberadaan riset itu juga penting untuk membuat karya sastra, bukan hanya karya ilmiah. “Namun bedanya seperti yang disampaikan oleh Naning tadi, semuanya diolah dengan proses kreatif supaya menghasilkan karya sastra yang dahsyat. Mana mungkin seorang Naning dapat menulis Cakar Dubuk Tutul tanpa mengenal ritual tersebut dengan baik serta adat istiadat di Malawi, Afrika.” tegas Riri.

 

“Saya mengenal puisi asing pertama kali adalah puisi berbahasa Inggris, lalu berlanjut ke puisi berbahasa Prancis. Salah satu penyair yang menarik adalah Arthur Rimbaud yang dikenal sebagai penyair terkenal Prancis abad ke-19. Kemampuan Rimbaud menulis puisi sudah terbentuk sejak kecil. Rimbaud menjadi sastrawan termuda dan terbaik pada zamannya karena puisinya memenangkan hampir seluruh kompetisi akademik sastra di Paris.”

Lalu Naning menjelaskan “Untuk aliran romantisme, ada penyair Victor Hugo, juga ada Charles Pierre Baudelaire yang sekaligus pengkritik dan penerjemah berpengaruh pada abad ke-19. Sementara itu puisi modern Prancis berawal dari Charles Baudelaire atas kumpulan sajaknya “Les Fleurs du Mal” yang merupakan sumber inspirasi puisi modern di Prancis. Para penyair Prancis umumnya sangat terbuka dengan berbagai perkembangan sastra di berbagai negara yang itu memberikan nilai tambah tersendiri buat dunia puisi Prancis.”

 

 

 

Menanggapi Naning Scheid tentang penyair dan puisi Prancis, Riri Satria mengatakan bahwa Paris, atau Prancis secara umum memang memiliki tempat khusus dalam dunia perpuisian. “Hari Puisi Dunia atau World Poetry Day dideklarasikan di Paris oleh UNESCO pada tanggal 21 Maret 1999 dan sampai hari ini diperingati di seluruh dunia. Tentu bukan tanpa sebab jika Paris dipilih sebagai kota deklarasi ini di samping UNESCO sendiri berkantor di Paris. Sejak dulu memang Paris dikenal sebagai kota puisi karena penyair-penyairnya seperti yang disampaikan oleh Naning tadi.”

 

Moderator diskusi Sofyan RH Zaid mengatakan bahwa kesusasteraan yang tidak diperkaya oleh sastra asing adalah sastra yang mati”. Demikian dia mengutip pernyataan Goethe. Maka dengan demikian, mempelajari sastra asing itu sangat diperlukan untuk memperkaya sastra Indonesia.

 

Naning Scheid lahir di Semarang, 5 Juni 1980 dan saat tinggal di Brussel, Belgia sejak 2006. Tulisannya tersebar di berbagai media yaitu Kompas, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Tribun Jabar, Harian NusaBali, Bali Post, Bacapetra.co, Basabasi.co, Medium.com, Buletin Pusat Kependudukan Perempuan dan Perlindungan Anak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, dan sebagainya.

 

Karyanya yang sudah terbit adalah Melankolia, Puisi dalam Lima Bahasa (Pustaka Jaya, 2020), Miss Gawky, Cinta Pertama Kirana (Pustaka Jaya, 2020), Puisi Fabel Terjemahan dan Ilustrasi (Google Books, 2021), Bunga-Bunga Iblis, Terjemahan Les Fleurs du Mal (2021).



Cerpennya “Bulan Biru di Laut Flores” menjadi juara favorit Lomba Cerpen Sastra Pariwisata 2020 yang diselenggarakan oleh Yayasan Pustaka Obor dan Rayakultura. Cerpennya berjudul Cakar Dubuk Tutul masuk ke dalam nominasi cerpen pilihan Kompas tahun 2021. Naning juga nominator Anugerah Sastramedia untuk kategori esai pada tahun 2022.

Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact