Monolog Ismail Marzuki - Emi Suy - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Monolog Ismail Marzuki - Emi Suy

Monolog Ismail Marzuki - Emi Suy

MONOLOG ISMAIL MAZUKI

oleh Emi Suy



Atas undangan Bli Putu Fajar Arcana , saya senang sekali berkesempatan bisa nonton bareng para sahabat monolog “Ismail Marzuki: Senandung di Ujung Revolusi”, di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta.


Menurut saya ini monolog yang luar biasa spektakuler, keren, monolog napas panjang, pemerannya hebat, awak panggungnya serta penulisnya hebat semua. Ini adalah pertunjukan yang tak hanya menambah wawasan sejarah namun juga mempertebal semangat patriotisme.


Menonton pertunjukan monolog  yang berlatar sejarah adalah sebagai alternatif media pembelajaran. Beberapa orang mungkin cepat jenuh bila harus mempelajari sejarah dari literatur atau penjelasan secara lisan seperti saat di sekolah atau di bangku kuliah. 


Untuk itu, salah satunya -- monolog sejarah menjadi solusi kita untuk belajar sejarah. Peristiwa yang dikemas dalam bentuk monolog akan lebih mudah dipahami dan diingat, karena telah dikemas lewat penulisan yang menarik dan tentu akting pemerannya yang memukau. Menimbulkan semangat untuk menumbuhkan penghargaan terhadap sejarah. 


Tentu kita semua mengenal semboyan “Jasmerah” yang dikemukakan oleh presiden pertama kita, Bung Karno. Ini berarti “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. Barangkali dengan menonton monolog-monolog sejarah, kita menjadi lebih bersyukur atas apa yang telah terjadi pada masa lalu -- sejarah torehkan pada kehidupan yang kita nikmati saat ini.


Ismail Marzuki mengajarkan kepada kita bahwa kesenian juga mampu menjadi wahana perjuangan, bahkan dalam perang kemerdekaan. Melalui nada-nada musik dan lirik lagu, Ismail Marzuki berjuang untuk Indonesia di masa lalu bahwa lagu bisa jadi peluru. Tentu saja hal yang sama dapat dilakukan oleh seniman era 5.0 ini. 


Para seniman mampu memupuk rasa cinta Indonesia melalui karya seni, seperti sastra, seni rupa, musik, teater, film, tari, serta yang lainnya. Indonesia juga dibangun dengan pilar kesenian untuk menjadi utuh, di samping pilar ekonomi, teknologi, hukum, politik, pendidikan, pertahanan dan keamanan, dan sebagainya.



Selamat untuk semuanya, aktor Lukman Sardi yang membawakan monolog tentang Ismail Marzuki, dengan  sangat keren. Menurut Bli Can, beliau aktor yang benar-benar mau bekerja keras. Bagian-bagian bahasa Belanda itu sulit sekali, karena itu umpatan. 


Selamat juga buat penulis naskahnya Bli Putu Fajar Arcana, sutradaranya Agus Noor, serta produser Happy Salma dengan Titimangsa-nya. 


Semoga ini semakin memupuk kecintaan kita pada Indonesia, tidak melupakan sejarah, terutama sejarah yang tidak tercatat dalam peta sejarah yang mainstream. Saya pribadi sangat terharu bagaimana kesenian - dalam hal ini musik atau lagu - dicatat dalam sejarah perjuangan bangsa melalui tangan seorang Ismail Marzuki.


Sejarah tak akan pernah berubah, seperti apapun manis dan pahitnya, sejah tetaplah sejarah. Namun dari sejarah kita banyak belajar untuk menempuh masa depan.



Saya nonton di barisan nomor dua bersama Bang Riri Satria, lalu satu ederet dengan Teh Ratna Ayu Budhiarti serta Mas Kurnia Effendi. Usai nonton berkesempatan saling beramah tamah dengan para sahabat Alinea: Romo FX Mudji Sutrisno⁩, Bu Magdalena Sitorus⁩, Mbak Sekar Chamdi⁩, Mbak Deasy Tirayoh⁩, Mbak Kanti Janis, serta Mas Wien Muldian⁩.

Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact