Perjalanan Puitis Seorang Nunung Noor El Niel- Riri Satria - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Perjalanan Puitis Seorang Nunung Noor El Niel- Riri Satria

Perjalanan Puitis Seorang Nunung Noor El Niel- Riri Satria

PERJALANAN PUITIS SEORANG NUNUNG NOOR EL NIEL

Riri Satria

(Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia)





Selamat untuk Nunung Noor El Niel yang biasa saya panggil Mbak Nunung, atas terbitnya buku kumpulan puisi “Sumur Umur”. Ini adalah buku kumpulan puisi Mbak Nunung yang keenam setelah Solitude (2012), Perempuan Gerhana (2013), Kisas (2014), Perempuan dan Tujuh Musim (2016), serta Betinanya Perempuan (2019).


Saya tidak akan membahas isi buku puisi ini, namun saya akan mengulas sosok Mbak Nunung yang saya kenal sebagai pengantar untuk membaca puisi-puisi yang ada di dalam buku ini. Sementara itu, pembahasan terhadap puisi Mbak Nunung dapat dibaca pada bagian akhir buku ini melalui sebuah epilog yang ditulis sangat apik oleh Warih Wisatsana yang biasa saya panggil Bang Warih. Beliau jauh lebih kompeten membahas puisi Mbak Nunung ini daripada saya.


Perkenalan dan pertemuan saya dengan Mbak Nunung pertama kali adalah pada bulan Oktober tahun 2013. Ketika itu saya sedang dalam perjalanan dari daerah Seminyak di Bali setelah mengikuti sebuah konferensi, menuju Ubud untuk mengikuti Ubud Writers and Readers Festival 2013. Saya singgah di Denpasar sejenak dan janji makan siang dengan sosok yang saya hanya kenal melalui Facebook, yaitu Nunung Noor El Niel.


Kesan pertama saya, orang pendiam dan rada-rada jutek. Namun saya salah, setelah beberapa saat, suasana mulai mencair dan Mbak Nunung ternyata asyik untuk diajak ngobrol. Setelah itu, setiap kunjungan saya ke Bali, baik untuk keperluan pekerjaan, aktivitas sastra, ataupun sekedar jalan-jalan saya ketemu dengan Mbak Nunung, ngobrol santai sambil ngopi sore, baik di Denpasar, maupun di Kuta.


Mbak Nunung agak berbeda dengan kebanyakan penyair yang saya kenal, di mana mereka cenderung tidak terstruktur dan tidak peduli dengan waktu. Mbak Nunung justru sebaliknya. Dia sangat terstruktur dan sangat peduli waktu. Ini mungkin disebabkan karena Mbak Nunung juga bekerja pada sebuah biro perjalanan wisata, terutama terkait jadwal penerbangan, yang tentu saja memiliki manajemen waktu yang sangat baik. Itulah sebabnya setelah itu saya banyak dibantu oleh Mbak Nunung dalam mengelola aktivitas sastra, terutama yang terkait dengan perjalanan maupun acara-acara lainnya. 


Mbak Nunung adalah salah seorang pendiri komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua, dan banyak membantu saya dalam berbagai aktivitas komunitas.


Sifat kepemimpinan atau leadership juga sangat terlihat pada sosok Mbak Nunung. Sering saya perhatikan bagaimana Mbak Nunung memberikan pengarahan atau mengatur suatu aktivitas dengan melibatkan sahabat-sahabat lainnya. Mbak Nunung sangat menerapkan prinsip manajemen berbasis tujuan atau sering dikenal dengan prinsip management by objectives, dan hebatnya sekaligus menerapkan dua gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan situasional (situational leadership) serta kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Ini juga yang menyebabkan saya merasa klop kalau bekerja sama dengan Mbak Nunung mengelola sebuah aktivitas.


Menurut saya, gaya kepemimpinan yang demikian juga terlihat dalam puisi-puisi Mbak Nunung yang cenderung keras, tegas, tanpa kehilangan daya kontemplatifnya. Begitu juga ketika Mbak Nunung membacakan puisi di panggung, tegas dan lugas!


Buku kumpulan puisi “Sumur Umur” ini membawa makna khusus untuk Mbak Nunung. Pada buku ini terdapat 60 puisi sekaligus menandai 60 tahun usia Mbak Nunung. Sebuah perjalanan puitis yang sudah panjang dan sangat matang memahami kehidupan. Kami di komunitas Jagat Sastra Milenia pun bangga dapat memfasilitasi terbitnya buku ini. Selamat Ulang Tahun kepada Mbak Nunung, semoga tetap sehat, tetap produktif, tetap semangat, tetap menulis, tetap bahagia, dan tetap menjadi inspirasi buat para perempuan penyair yang lebih muda.


Angka 60 ternyata memiliki banyak makna. Jika kita buka literatur tentang numerologi (affinity numerology), maka kita mendapatkan angka 60 bermakna keluarga (family), rumah (home), harmoni (harmony), idealism (idealism), penyembuhan (healing), serta pengasuhan (nurturing).


Dalam matematika, angka 60 sangat terkait dengan bilangan prima walaupun dirinya sendiri bukanlah bilangan prima. Angka 60 dibentuk oleh dua bilangan prima yaitu 29 + 31. Angka 60 juga dibentuk oleh empat bilangan prima berurutan yaitu 11 + 13 + 17 + 19. Angka 60 diapit oleh dua bilangan prima yaitu 59 dan 61. Ini melambangkan bahwa 60 itu dibentuk dan dikawal oleh bilangan prima yaitu bilangan non-komposit alias bilangan yang tidak bisa diuraikan lagi sehingga kokoh dan kuat.


Angka 60 juga mewakili perjalanan semesta atau waktu. Satu menit setara dengan 60 detik, dan satu jam setara dengan 60 menit. Mengapa angka 60 yang dipergunakan? Karena 60 adalah angka yang paling tepat atau “sempurna” untuk menjelaskan ukuran-ukuran waktu tersebut. Berarti ada yang istimewa dengan angka 60.


Begitulah usia ke-60, pasti juga istimewa untuk seorang Nunung Noor El Niel. Seperti yang ditulis pada numerologi, Mbak Nunung sudah mengalami perjalanan puitis yang panjang, menemukan harmoni di mana puisinya lebih banyak kontemplasi daripada berisikan kemarahan, menemukan lebih banyak ketenangan, namun tetap bersuara melalui puisinya, dan banyak berbagi kepada berbagai pihak, terutama para perempuan penyair yang lebih muda.


Selamat ya Mbak Nunung.


Jakarta, 2 September 2021

Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact