Kata Mereka tentang Buku Bisikan Tanah Penari Rissa Churria Seri Buku Puisi JSM - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Kata Mereka tentang Buku Bisikan Tanah Penari Rissa Churria Seri Buku Puisi JSM

Kata Mereka tentang Buku Bisikan Tanah Penari Rissa Churria Seri Buku Puisi JSM

Kata Mereka tentang Buku Bisikan Tanah Penari Rissa Churria Seri Buku Puisi JSM




"Penyair seperti perekam kejadian. Perekam yang baik tidak akan meninggalkan detail obyek yang direkamnya—walau sehelai saja. Rekaman-rekaman yang komplit dan tertata rapi di rak ingatan, bisa diambil kapan saja oleh penyairnya, untuk diramu dalam menu puisi yang paling nikmat. Rissa Churria menguatkan takrif itu dalam bukunya ini. Dia begitu menghayati obyek yang dipuisikannya. Seluwes gerakan penari gandrung, segemulai penari seblang. Keren!"


-Samsudin Adlawi, penyair dan Direktur Radar Banyuwangi Jawa Pos Group



“Tatkala penyair memutuskan menggali khazanah lokalitas suatu tempat, terutama bila itu tanah leluhurnya, sesungguhnya sedang melawan sikap “malin kundang” yang sering mengalahkan keteguhan dalam menemukan akar dirinya. Seorang penulis sejati adalah pencari dan seharusnya tidak melangkah gamang sebelum menguasai “rumahnya”. Pengelanaan Rissa Churria yang berupaya menguliti lapis demi lapis sejarah dan tradisi Banyuwangi merupakan sedikit yang patut kita hargai sebab ini memperkaya bukan hanya batin pembaca melainkan juga kepustakaan Nusantara.”


-Kurnia Effendi, penyair dan cerpenis



“Bisikan Tanah Penari karya Rissa Churia sangat menarik untuk kita baca. Rissa menggambarkan adat budaya Banyuwangi, seperti tradisi menjemur kasur beramai-ramai, atau ngosek ponjen, yaitu adat perkawinan di wilayah Osing, Banyuwangi. Beberapa tempat wisata dan makanan khas tergambar dalam puisi Rissa dengan menarik. Kota Banyuwangi terkenal dengan tarian gandrung, yaitu jenis tarian tradisional yang menjadi ikon daerah Banyuwangi. Menurut asal muasalnya, tarian ini berkisah tentang terpesonanya masyarakat Blambangan kepada dewi padi, Dewi Sri yang membawa kesejahteraan bagi rakyat. Tarian ini di bawakan sebagai ucapan syukur masyarakat pascapanen dan dibawakan dengan iringan instrumen tradisional khas Jawa dan Bali. Rissa sangat tepat memberi judul Bisikan Tanah Penari untuk kumpulan puisinya, karena di wilayah itu, tarian menjadi suatu identitas masyarakatnya. Dengan membaca puisi di dalam buku Bisikan Tanah Penari, kita dapat memahami kehidupan masyarakat Banyuwangi khususnya daerah Osing.”


-Nia Samsihono, Yayasan Cinta Sastra


“Rissa Churria dengan sepenuh jiwa bening berdenting menarikan pena imajinasi, menghiasnya dengan lentik diksi, menumpahkan karyanya pada antologi penari dengan sepenuh hati dalam kiprahnya merawat tradisi dalam puisi. Selamat atas kelahiran anak karyanya, semoga menambah kekayaan kesusastraan dan perpuisian Indonesia.”


-Gambuh R Basedo, penyair, budayawan


“Dalam dunia seni pertunjukan, terkhusus seni tari dan seni teater, jamak didengar istilah teater yang puitis atau tari yang puitis, untuk mengandaikan sebuah pertunjukan yang indah dalam bentuk adegan atau gerak tarinya, seberapa pun cairnya makna indah di situ. Dalam dunia kepenyairan, tentu saja tidak pernah kita dengar istilah puisi yang puitis bersebab puisi adalah keindahan itu sendiri, setidaknya niat dan tujuan asali penulisannya memang dimaksudkan untuk itu, walau kenyataannya bisa saja sebaliknya. Jadi puisi-puisi Rissa Churria, tidak ingin saya katakan sebagai puisi yang puitis namun adalah puisi yang kaya dengan pemeristiwaan (pengadeganan) dan gerak, walau bukan tari. Bisikan Tanah Penari karya Rissa Churria ini bagi saya semacam dramatisasi syair yang sarat dengan suasana ritual tradisi yang magis, yang mana dalam bentuk pembacaannya terkesan seperti mantra.”


-Harris Priadie Bah, sutradara dan pemain teater, penyair, dosen



“Banyuwangi, salah satu Kabupaten di daerah Jawa Timur yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Di samping terkenal karena sup daging ‘Rawon’ dan ‘Rujak Soto’-nya, Banyuwangi juga dikenal karena memiliki akar tradisi budaya seperti ‘Ritual Seblang’, ‘Tari Janger’, ‘Barong Kemiren’ dan ‘Kebo-Keboan’. Meniliik makanan dan kebudayaan yang merakyat itu, maka saya coba menafsirkan bahwa perkembangan bahasa (baca: Sastra) di Banyuwangi; juga tak lepas dari budaya ibunya. Rissa Churria, sebagai salah satu penyair perempuan asal Banyuwangi yang kemudian hijrah ke Bekasi, Jawa Barat – setidaknya telah mampu menggendong kebudayaan leluhurnya melalui bahasa puisi serta nyanyian-nyanyian yang mengingatkan serta merindukan alam leluhur. Secara implisit, Suku Osing atau Using yang merupakan penduduk asli daerah Banyuwangi (keturunan rakyat Kerajaan Blambangan), yang konon hingga kini masih ada -- begitu melekat dalam alam pikiran Rissa. Setidaknya dengan membaca serta memahami Antologi Puisi “Bisikan Tanah Penari”, saya merasa tersihir pada adat-istiadat Suku Osing yang diungkapkan melalui tembang-tembang yang di syairkan. Sang Penyair, di samping tetap berpijak pada jalur tradisi lisan – ia juga konsekuen dengan bentuk tulisan tifografi (di tengah). Sesuatu yang jarang dilakukan kebanyakan penyair. Hal lain yang patut dibanggakan, di usianya yang belum 50 tahun – ia sudah mampu melahirkan banyak antologi puisi tunggal, belum termasuk antologi puisi bersama. Harapan untuk maju dan terus berkembang dari seorang Rissa tentulah selalu ada. Undangan kegiatan sastra tingkat Nasional maupun tingkat Asia Tenggara pernah dilakoninya.”


-Nanang R. Supriyatin, Penyair



“Puisi-puisi di buku ini seperti mengajak menjelajah ke wilayah Banyuwangi. Puisi yang sangat kental dengan geografis dan budaya dari satu daerah selalu punya kenunikan tersendiri. Buku puisi ini bisa menjadi semacam peta tentang Banyuwangi yang disampaikan secara puitis.”


-Budhi Setyawan, penyair, tinggal di Bekasi



“Pesyair satu ini akrab dipanggil dengan nama Ummi Rissa. Siapa sangka dibalik balutan baju yang selalu merumbai dikenakannya itu, adalah sosok yang kuat   dan cermat dalam menyimak lingkungan semesta. Kecintaannya pada adat dan budaya terutama daerah asalnya, Banyuwangi, banyak dituangkan menjadi puisi puisi yang kadang terkesan manis, magis, melegenda dalam balutan bahasa campuran Jawa dan Indonesia, namun tidak melunturkan makna di kedalaman mantranya. Dibalik kelembutan seorang Rissa Churia, selalu bergejolak jiwa kepenyairannya untuk terus bergerak, menulis dan terus menulis, berpuisi dari satu tempat ke tempat lain dan itulah nampaknya jiwa merdeka seorang Ummi Rissa.”


-Dyah Kencono Puspito Dewi, penyair dan aktivis sastra


"Setelah membaca puisi-puisi Rissa Churria dalam Bisikan Tanah Penari, saya punya satu kesadaran; Bahwa saya tidak bisa membantah apalagi menolak prolog, epilog, dan semua endorsemn dalam buku ini."


-Sofyan RH. Zaid, Pembaca, dan menulis kadang kala


Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact