Kata Mereka tentang Buku Sumur Umur Nunung Noor El Niel Seri Buku Puisi JSM - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Kata Mereka tentang Buku Sumur Umur Nunung Noor El Niel Seri Buku Puisi JSM

Kata Mereka tentang Buku Sumur Umur Nunung Noor El Niel Seri Buku Puisi JSM

 Kata Mereka tentang Buku Sumur Umur Nunung Noor El Niel Seri Buku Puisi JSM




“Puisi bagi Nunung serupa “jalan tengah” yang memutuskan untuk tidak menyerah. Bukan dengan melupakan masa lalu tersebab itu pelajaran yang ditanak dalam “kompor ingatan”. Menyadari sumur umur yang semakin dalam, sebagai metafora kearifan diri, harapan adalah hadiah yang harus diperjuangkan. Puisi-puisinya memberi terang, baik berupa pertanyaan maupun jawaban, tidak akan menyesatkan pembaca. Keyakinan bahwa dunia selalu merespons setiap niat dan tindakan, sang penyair selalu siap “melanjutkan kisah”.


- Kurnia Effendi, penulis puisi dan prosa



“Terdapat 60 puisi dalam buku puisi yang berjudul Sumur Umur karya Nunung Noor El Niel. Ketika membaca judulnya saya tergelitik mengeja permainan kata ‘mur’ pada sumur dan umur, memikat dan penuh imajinasi. Puisi-puisi Nunung Noor El Niel secara keseluruhan menarik menceritakan tentang kehidupan dengan kata sederhana dan mudah dipahami. Bahasanya tidak rumit, kata-kata yang dipilih sangat lugas dan jelas maknanya. Personifikasi dan Metafora yang digunakan Nunung begitu menarik untuk dicermati, dan tentu saja tidak klise. Puisi-puisi pendek dari Nunung bagi saya lebih menarik, ia bisa melukiskan suasana rasa dengan kata-kata singkat dan padat. Misalnya dalam puisi “Alpa’, /masih adakah senja dalam secangkir kopi/ di antara sebatang rokok yang kukepulkan/masih adakah sisa hari ini/ untuk mereguk sisa-sisa kealpaan/sebelum aku kembali ke balik senja/dan membawa cahayanya/meskipun berwarna jingga/: semoga/. Puisi itu terasa indah dan menyentuh nurani. Secara menyeluruh, membaca puisi-puisi dalam buku Sumur Umur menambah informasi saya tentang rasa hati manusia menghadapi kehidupan yang fana. Silakan membaca buku itu. Salam.”


- Nia Samsihono, penulis dan aktivis sastra



“Imajinasi tentang “Sumur Umur”, memberi isarat pada saya bahwa manusia itu memiliki keterbatasan (duniawi). Pola pikir serta daya serap terhadap sandiwara dunia hanya sementara. Kehidupan manusia akhirnya kembali pada hakiki (baca: katarsis). Bisa jadi ini dimulai dari fiksi, dongeng serta kisah nyata hingga menumbuhkan rasa iman dan percaya diri. Mungkin kepolosan itu mesti terungkap di saat usia taklagi muda, “…biarkan aku menutup semua keperempuananku/ meskipun bukan sebagai perawan suci/ sebagai juru damai, bagi diriku sendiri” (Di Lekuk Usia, bait 2). Tapi, adakalanya manusia terjebak pada suasana hati. Hanya sekadar mengingat masalalu, ia kembali pada kodrat alam, “mari kita mabuk/ dan berselingkuh/ malam ini.”, hingga akhirnya, “itu lebih baik dari/ mati” (Hidup, bait 3 & 4). Dan pada puncaknya, akhirnya diketahui, “percakapan tubuh itu sudah usai/ bukan lagi persoalan jenis kelamin/ jadi jangan lagi kau bertanya/ siapa lebih jantan atau betina/ jika puncak orgasme/ hanya menyisakan desah” (Mari Diam-Diam Kita Bercumbu. Bait 1). Puisi-puisi Nunung Noor El Nier yang terdapat pada kumpulan puisi “Sumur Umur” ini memperlihatkan bahwa puisi-puisinya tercipta dari suasana hati saat kesepian, persahabatan yang tumbuh dari hati serta perenungan saat usia senja. Sangat berbeda; baik dari tema maupun ungkapan dengan beberapa kumpulan puisinya terdahulu, seperti pada “Perempuan Gerhana” dan “Kisas” yang agak transparan serta mengandung birahi – kecenderungan pada sensualitas.”


- Nanang R. Supriyatin, Penyair



"Sumur Umur" bagi saya merupakan sebuah isyarat perjalanan hidup yang dikesankan dengan kuat oleh penyairnya lewat berbagai kejadian yang diperistiwai atau memperistiwai seluruh karya-karya puisinya. Sebuah upaya serius dalam penyusunan baris-baris kata yang terbaca pada semua puisinya yang banyak menumpahkan emosi terdalam asali milik manusia; nafsu, gairah dan kerinduan baik kepada sesama pun Tuhan dalam pengalaman pribadi sang penyairnya yang telah mewaktu. Nunung Noor El Niel, penulis buku puisi "Sumur Umur" ini, sesungguhnya adalah sang penggali sumur peristiwa yang setia dengan kata-kata sebagai alat penggaliannya.”


- Harris Priadie Bah, penulis, sutradara, pemain teater


“Sumur Umur, buku puisi ini penuh warna warni tentang cinta, kasih, kegalauan, bahkan pemberontakan yang menggelisah atas nama "cinta" terhadap sesiapa saja. Di tangan Nunung Noor El Niel pucuk rasa gabalau itu teramu indah dalam romantisme yang tidak cengeng, malah bisa dibilang meledak ledak. Terkadang dari rintih lantas menjadi amarah yang melankolis. Tentu saja pengolahan kata yang apik kemudian menjadi pemantik untuk bisa menyelinap ke kedalaman puisi puisinya. Gejolak hati Nunung sangat kentara dan mudah ditebak, tapi itulah kejujuran yang memang tak perlu disembunyikan, justru gelora dan gejolak jiwanya terasa menggelegak. Jadilah "Umur" yang sudah menggelincir menuju ufuk, sebagai "Sumur" pengalaman batinnya, dalam hidup dan berkehidupan. Matang dalam kata dan perenungan.”


- Dyah Kencono Puspitodewi, penulis dan aktivis sastra



“Pertama kali saya baca puisi Nunung Noor El Niel adalah yang dimuat Indopos dengan redaktur Sutardji Calzoum Bachri sekitar tahun 2014. Terakhir kali ialah buku Sumur Umur. Bila saya ditanya: ‘Adakah puisi-puisi Nunung yang disukai dalam buku ini?’. Saya jawab: ‘Ada dan banyak!’. Bila ditanya lagi: ‘Bisakah disebutkan satu puisi saja yang paling disukai?’. Saya langsung jawab: ‘Bisa, yaitu puisi berjudul Bus Kota.’.”


-Sofyan RH. Zaid, pembaca, dan menulis kadang kala


Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact