Tradisi Lebaran Kupat Masyarakat Sale
Gambuh
R Basedo
Segala bentuk tradisi masyarakat Jawa atau
budaya Jawa tidak tercantum dalam Al-Qur'an dan tidak dilakukan oleh Rasulullah
SAW. Akan tetapi tradisi ini tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Al-Hadist.
Dari kecil hingga setua ini saya dibesarkan dan tinggal di tengah-tengah
masyarakat Jawa.
Saat ini saya bermukim di Desa Sale
kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Sebagai seorang yang senantiasa setia merawat
budaya, saya selalu berusaha menghidupkan nilai-nilai budaya dan tradisi
masyarakat setempat yang telah ditularkan secara turun temurun.
Masyarakat desa Sale adalah masyarakat
yang sangat menjunjung tinggi nilai budaya dan adat istiadat leluhurnya.
Seperti halnya perayaan lebaran kupat. Tradisi kuatan ini diwariskan
secara turun temurun. Biasanya masyarakat desa Sale melaksanakannya pada hari
ke-7 bulan Syawal.
Setiap malam 1 syawal saat kumandang
takbir bertalu-talu di masjid, sarau, langgar, bahkan di lapangan-lapangan.
Sebagian masyarakat Sale yang masih memegang teguh tradisi, mereka memasang
urung ketupat dan lepet setangkep artinya sepasang di atas pintu. Semua
dimaksudkan ketika siapa pun masuk ke dalam rumah yang melalui pintu itu semua kalepatannya
atau kesalahannya akan dimaafkan.
Sebuah pernyataan bahwa rumah seperti
hati. Bila hati itu sudah terikat persaudaraan lahir batin. Maka sebesar apapun
kesalahannya bila sudah masuk dalam rumah dan bersilaturahim maka yang
tertinggal hanyalah maaf dan memaafkan.
Ketupat atau kupat adalah makanan yang
dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa, berbentuk
kantong segi empat dan sebagainya, kemudian direbus, dimakan sebagai pengganti
nasi. Ketupat menjadi hidangan khas Lebaran yang terus ada hingga saat ini.
Kupat mempunyai arti filosofi yang tinggi
yaitu "lepat"(ngaku lepat/ mengaku salah). Biasanya kupat mempunyai
pasangan yaitu kue terbuat dari ketan, kelapa, dan kacang-kacangan yang dinamai
"lepet". Kacang-kacangan mempunyai filosofi hasil bumi dan kekayaan.
Makna ketan adalah kanthil atau lengket. Agar manusia tidak kemantil
terharap perkara urusan dunia dan kekayaan, maka lepet itu harus diikat. Agar
tetap dalam ikatan persaudaraan.
Di sisi lain, secara filosofis Lebaran
Ketupat dimaknai sebagai penebusan dosa. Hal ini tercermin dari bentuk anyaman
ketupat yang polanya cukup rumit dan digambarkan sebagai dosa dan kesalahan
manusia yang harus ditebus. Penebusan dosa ini dilakukan melalui silaturahmi
dan saling memaafkan antar manusia.
Sejak malam takbiran masing-masing rumah
sudah memberi tanda kupat dan lepet di atas pintu, memberi isyarat memaafkan
siapa pun yang datang. Oleh karena itu, ketupat Lebaran digambarkan sebagai
simbol umat Muslim yang mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan
kesalahan saat momentum Lebaran Idul Fitri.
Kupat juga berarti "laku papat"
atau empat laku yang tercermin dari empat sisi ketupat, yaitu:
1. Lebaran, dari kata dasar 'lebar'
artinya pintu ampun dibuka untuk orang lain.
2. Luberan, dari kata dasar 'luber'
artinya melimpah dan memberi sedekah pada orang yang membutuhkan.
3. Leburan, dari kata dasar 'lebur'
artinya bermakna melebur dosa yang dilalui selama satu tahun.
4. Laburan, merupakan kata lain 'kapur'
artinya menyucikan diri atau putih kembali seperti bayi.
Kupat terbuat dari janur artinya sejane
nur (tujuan cahaya) atau hidup harus menuju kepada cahaya yaitu Allah. Apapun
laku dan peristiwa hidup, bahkan besarnya kesalahan orang lain harus dimaafkan
karena dalam hidup ini yang kita tuju hanya Allah, dan momen lebaran adalah
momen kemenangan ketika kita dapat mengalahkan ego sendiri dan dapat memaafkan
orang lain dengan hati bersih.
Pada hari ke-7 bulan Syawal, semua
masyarakat Desa Sale berkumpul di
pondopo desa. Masyarakat semua usia, tua muda, laki-laki, perempuan, anak-anak
hingga tua renta datang berbondong-bondong membawa kupat, lepet, lengkap dengan
lauk pauknya. Mujahadah, istigosah, doa doa berjamaah dipimpin oleh pemuka
agama desa Sale. Tak lupa arak-arakan bendera ketupat dan lepet menjadi ciri
khas penanda acara.
Mari terus rawat budaya negeri agar
kekayaan warisan nenek moyang menjadi lestari.
Rembang, 20.04.2023
Gambuh R. Basedo adalah penyair yang saat ini tinggal dan menetap di Rembang, Jawa Tengah. Ketua Komunitas Istana Puisi dan anggota Jagat Sastra Milenia, Pengasuh Rehabilitasi Diri, dan Sanggar Gambuh. Antologi tunggalnya adalah “Suluk Cinta Kawah Candradimuka” terbit di tahun 2020 (Samudra Printing), Angon Angin (Samudra Printing, 2021), Kembul Bujana Cinta Kamajaya Kamaratih (Sajak-sajak kontemplasi Gambuh R Basedo & Rissa Churria, 2021).
Karya karyanya telah diterbitkan lebih dari 25 antologi bersama, antara lain yaitu : menjadi salah satu "Penyair Jingga” (2012) “Kado Pernikahan”, (2010), “Dandani Luka Luka Tanah Air” (Antologi puisi Numera Malaysia - 2020), “C Antagonis” (Fakultas Penulis Kreatif dan Filem – Malaysia :2020), “Tribute Sapardi” (2020), “Antologi Para Pendaki” (2020), Pelangi Cinta (2020), Antologi Mengenang Najmi Adhani (2020), Romantika Cinta Dalam Aksara (2020), Bias Warna Hati ( Sastra Nusa Widhita - 2021), Gembok – (Lumbung Puisi Indonesia2021), Suara Dari Lembah Kata Kata (2021), Surat Untuk Ibu (2021), Anakku Buah Hatiku (2021), Jendela Cinta Literasi Anak Negeri (2021), Mengeja Susuhing Angin (2021), Khatulistiwa (Negeri Poci 2021), Titi Mangsa Lahirnya Peradaban (2022), Sejuta Puisi Untuk Jakarta (2022), dan lain lain. Juga menulis di harian lokal BMRFox Kotamobagu, Semesta Seni (Tabloid bulanan Seni Satra –Jakarta). Gambuh juga memberi pengantar dibeberapa buku antologi tunggal dan antologi Bersama, antara lain : Prolog Srikandi (Istana Puisi, 2021), Mengeja Susuhing Angin (Istana Puisi, 2021), Risalah Nagari Natasangin (Kumpulan puisi Rissa Churria, 2021), dan lain-lain.
Gambuh pernah diutus sebagai duta tari
Festifal Tari Surabaya, Jawa timur, tahun 2004, Dalang suluk, Penggagas dan
pencipta “Wayang Lontar Ganyar” sejak tahun 2003 hingga sekarang. Penggagas
“Ketoprak Cilik” (anak anak usia 10 – 13 tahun) sejak tahun 1990 hingga
sekarang. Tampil diberbagai acara sastra maupun non sastra membaca puisi dan
tetrikal puisi, berkesempatan membaca puisi pada perayaan Hari Puisi Indonesia
di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki 2021. Kegiatan sehari hari sebagai Penggiat Seni dan
Perawat Kebudayaan Jawa juga pelaku Teater Mistis dan Interculturalisme ala
Gambuh. Fb. Gambuh R Basedo, Ig. Gambuh R Basedo, yoetube Gambuh R Basedo.