Kisah Enam Puisi - Riri Satria - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Kisah Enam Puisi - Riri Satria

Kisah Enam Puisi - Riri Satria

KISSAH ENAM BUKU PUISI

Riri Satria


"Poetry is a sociohistorical record of both facts and emotion."

 Rosemarie Dombrowski)



Enam buku puisi? Bukankah Emi baru membuat lima buku puisi? yaitu Tirakat Padam Api (2011), Alarm Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018), Api Sunyi (2020), serta Ibu Menanak Nasi Hingga Matang Usia Kami (2022). Lalu mengapa enam? Karena buku Alarm Sunyi mengalami penambahan konten pada edisi kedua yang terbit pada tahun 2018. Dengan demikian, semua menjadi enam buku puisi, dan saya memiliki cerita dan catatan untuk keenam buku tersebut.


Well, saya mengenal Emi Suy sudah lama, semenjak tahun 2011, namun mengenal lebih dekat sejak tahun 2015 sampai sekarang. Ini adalah sebuah catatan untuk Emi terkait semua buku puisinya.


TIRAKAT PADAM API



Pada suatu sore menjelang akhir tahun 2015, saya ngobrol santai bersama Emi sambil menikmati kopi pada sebuah kafe di kawasan Mal Central Park, Slipi, Jakarta. Ketika itu Emi menyerahkan sebuah buku puisi berjudul Tirakat Padam Api. "Ini buku puisi saya, Bang" ujar Emi kepada saya sambil menyerahkan buku tersebut.


"Jujur saja, buku ini tidak saya edarkan secara luas, hanya terbatas kepada kalangan tertentu. Saya masih belum puas dengan buku ini, soalnya ini buku gagal karena masih eksperimen dan mencari bentuk. Akhirnya buku ini hanya beredar di kalangan terbatas, dan Bang Riri salah satu orang yang memilikinya", demikian lanjut Emi. Kemudian Emi menceritakan apa yang dia maksud dengan belum puas pada buku tersebut.


Saya memaklumi penjelasan Emi. Ternyata banyak sekali dinamika terkait buku puisi Emi yang satu ini yang ternyata berujung kepada ketidakpuasan. Emi sempat menghapus buku ini dari biodatanya dan menganggap buku ini tidak pernah ada. Namun saat itu saya memberikan pendapat bahwa apapun yang terjadi, itu adalah sebuah buku yang memiliki ISBN. Maka tetaplah dicatat sebagai bagian dari sejarah perjalanan kepenyairan seorang Emi Suy, jangan sampai tidak ada jejaknya sama sekali.


Selalu ada ketidaksempurnaan dalam setiap hal, termasuk buku, apalagi buku pertama kita. Justru dari situlah kita belajar bagaimana menyempurnakan karya kita menjadi lebih baik lagi ke depannya. Buku ini adalah pelajaran yang sangat berharga bagi seorang Emi Suy. Pada kejadian buku, Emi mengatakan bahwa dia banyak belajar terutama terkait dengan pertemanan, kepercayaan, reputasi penerbit, dan sebagainya.


Buku ini boleh saja dianggap sebagai buku gagal, namun yang penting kita tidak gagal menarik pelajaran dari apa-apa yang terjadi, dan jangan sekali-sekali menghapus dari sejarah hidup kita tentang sesuatu yang memberi pelajaran berharga.


ALARM SUNYI (Edisi 1)



Pada pertengahan tahun 2017, dalam sebuah acara di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Emi menyerahkan buku puisinya berjudul Alarm Sunyi kepada saya. Sambil senang bercampur gembira dan berseloroh saya tanyakan kepada Emi, "Ini tidak seperti Tirakat Padam Api kan? Ini sudah bagus kan?". Emi pun mengangguk sambil tersenyum sumringah dengan kostum putih, jilbab biru, serta topi putihnya saat itu.


Buku Alarm Sunyi ini adalah buku pertama dari trilogi buku puisi Emi dengan tema sunyi. Pada buku ini ada puisi legendaris Emi yang banyak mendapatkan sambutan di dunia puisi Indonesia, yaitu tentang penjahit luka. Kalimat "perempuan harus mampu menjahit, setidaknya menjahit lukanya sendiri" banyak dikutip dan dituliskan ulang oleh berbagai pihak dan ini menjadi ikon puisi Emi saat itu, bahkan sampai sekarang.


Buku puisi Alarm Sunyi ini membawa Emi mengunjungi Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) tahun 2017 dan menjajal panggung Women of Words Poetry Slam di UWRF 2017. Sebelum Emi naik ke panggung puisi tersebut, saya sempat memberikan masukan atau koreksi untuk terjemahan puisi Penjahit Luka ke dalam Bahasa Inggris. Sore-sore di BetelNut Cafe di kawasan Sentral Ubud sekat Istana Puri Saren Agung Raja Ubud, saya terlibat percakapan serius dengan Emi mengenai terjemahan puisi tersebut yang akhirnya kita revisi menjadi lebih baik lagi. Lalu malamnya, saya menyaksikan Emi Suy di panggung Women of Words Poetry Slam di UWRF 2017. Selamat! Emi mantap membawakan puisi Penjahit Luka dalam Bahasa Inggris.


Buku ini awal dari sebuah babak baru dalam perjalanan kepenyairan seorang Emi Suy, karena buku-buku puisi Emi berikutnya menemui takdir yang lebih dahsyat.


ALARM SUNYI (Edisi 2)



September 2018, saya sedang melakukan photo hunting dengan Emi di kawasan Hutan Mangrove Pantai Indah Kapuk dan dilanjutkan ke kawasan Ancol memotret sunset dan senja. Saat itu Emi memberikan buku puisi Alarm Sunyi edisi kedua serta kaosnya. 


Apa bedanya dengan edisi pertama? Sambil menikmati kopi sore di Kafe Hoax di kawasan Ancol, Emi menjelaskan bahwa pada edisi kedua ini juga dimuat komentar apresiasi dari berbagai pihak, serta ada beberapa revisi pada puisinya. Akibatnya buku edisi kedua lebih tebal daripada edisi pertamanya.


Kelihatannya setelah edisi kedua ini keluar, Emi semakin produktif menulis puisi dan menerbitkannya di berbagai media. Rupanya ini memberikan efek psikologis yang sangat baik kepada Emi dalam berpuisi.


AYAT SUNYI



Saya dikasih buku pusi Ayat Sunyi oleh Emi bertepatan dengan Idul Fitri tahun 2018. Saat itu Emi beserta beberapa sahabat penyair berlebaran ke rumah saya di kawasan Cibubur. Serah terima buku puisi Ayat Sunyi ini dilaksanakan di perpustakaan pribadi merangkap ruang kerja saya di rumah. Emi adalah pemyair pertama yang menyerahkan buku puisinya langsung kepada saya di “ruang keramat” itu.


Buku puisi Ayat Sunyi diterbitkan oleh BasaBasi di Yoryakarta, karena manuskrip yang dikirimkan Emi kepada penerbit tersebut diterima untuk diterbitkan. Ini juga sebuah pencapaian dalam jejak kepenyairan Emi.


Pada buku ini, puisi Emi kebanyakan ditulis pendek-pendek, dan kemudian menjadi ciri khasnya sampai saat ini. Tentu saja Emi juga menulis puisi yang agak panjang jika memang diperlukan.


Sambil menikmati kopi di balkon rumah saya, kami berdiskusi tentang Ayat-Ayat Sunyi dan saya memberikan apresiasi bahwa puisi-puisi Emi sudah jauh lebih matang dan lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, walaupun saya baru baca sepintas karena baru menerima bukunya. 


Akhirnya, buku puisi Ayat Sunyi ini mendapatkan penghargaan dari Perpustakaan Nasional RI pada tahun 2019 sebagai Juara Harapan III untuk kriteria buku puisi di Indonesia.


Begitulah, jangan pernah ragu dalam membuat terobosan atau inovasi, dan Emi melakukan itu terhadap puisinya pada buku Ayat Sunyi.


API SUNYI



Pertengahan tahun 2020, Emi mengontak saya dan mengabarkan mau menerbitkan buku puisinya yang baru, serta meminta saya untuk memberikan epilog untuk buku tersebut. Saya pun menyanggupi dan akhirnya membuatkannya untuk Emi.


Setelah saya baca naskah atau manuskrip buku ini, saya jadi ingat bahwa saya pernah membaca manuskrip berjudul Api Sunyi ini di Jogjakarta Literary Festival di Yogyakarta pada tahun 2019 sebelumnya. Saat itu saya juga sempat bertemu dengan Emi di Yogyakarta.


Penebitan buku ini juga penuh dinamika karena mengalami cetak ulang disebabkan kualitas cetakan pada awalnya. Namun semua dinamika ini dapat ditangani dengan baik dan tepat pada tanggal 17 Agustus 2020, saya mendapatkan buku puisi Api Sunyi ini dari Emi, ketika pentas puisi memperingati Hari Kemerdekaan RI tahun 2020. Pada buku ini ada sebuah puisi sebagai kado untuk Ulang Tahun saya ke-50 pada tahun 2020. Terima kasih Emi.


Belakangan buku puisi Api Sunyi masuk nominasi 25 besar dalam Sayembara Buku Puisi yang diselenggarakan Yayasan Hari Puisi dalam rangka memperingati Hari Puisi Indonesia tahun 2020.


IBU MENANAK NASI HINGGA MATANG USIA KAMI



Inilah buku puisi Emi yang paling anyar, diterbitkan tahun 2022 dan diluncurkan tepat pada Hari Ulang Tahun Emi ke-43 tanggal 2 Februari 2022 atau Emi Suy 02022022. Angka yang cantik bukan?


Pada buku ini, Emi memang menampilkan Ibu sebagai tokoh sentral puisinya. Emi memang sangat mencintai Ibunya. Emi merasakan kehilangan ayah kandungnya sejak masih bayi, dan mendapatkan kasih sayang dari Ibunya yang luar biasa sampai dewasa. Emi kerap kali menceritakan kepada saya tentang hubungannya batinnya dengan sang Ibu yang luar biasa. Pada buku puisi ini, Emi memang mencurahkan bagaimana rasa cintanya kepada sosok Ibu.


Saya memberikan prolog untuk buku ini, sedangkan epilog diberikan oleh penyair Joko Pinurbo atau yang dikenal dengan nama Jokpin. Apresiasi atau endorsemen diberikan oleh sederat nama beken di dunia kepenyairan Indonesia, yaitu Sutardji Calzoum  Bachri, D. Zawawi Imron, Oka Rusmini, Kyai M. Faizi, Prof. Prijono Tjiptoherijanto, Prof. Djoko Saryono, Dr. Mustari Irawan, seta musisi Ananda Sukarlan.


Saat ini Emi sudah melewati tiga gelombang dalam kepenyairannya. Gelombang pertama adalah fase mencari jati diri (sampai dengan 2015), gelombang kedua adalah fase tinggal landas (tahun 2016-2020), serta gelombang ketiga mengembangkan dan melebarkan sayap (dimulai tahun 2021 yang lalu sampai sekarang). Emi selalu mendapatkan momentum kuat pada gelombang pertama dan kedua. Saya mengamati bahwa Emi adalah sosok pembelajar yang baik dalam proses kepenyairannya, dan mencatat berbagai kemajuan dalam setiap gelombang yang dilewatinya.


Dalam berbagai kesempatan ngobrol santai sambil menikmati kopi sore dengan Emi, dia selalu mengatakan bahwa ini adalah sebuah karunia Tuhan yang luar biasa kepadanya dan selalu dia syukuri. Ya, menurut saya Emi banyak memiliki tacit knowledge ketimbang explicit knowledge dalam berpuisi dan proses kepenyairannya. Saya sering mengatakan kepada Emi, “you are poetic street smart, Emi”.


Puisi dapat menjadi rekam jejak sejarah sosial dan emosional. Berbeda dengan sejarah pada umumnya, yang hanya merekam fakta sosial, maka puisi juga dapat merekam fakta emosional, tentu saja apabila jelas waktu penulisan puisinya. Demikian pula dengan sejarah yang sifatnya personal, seperti perjalanan hidup seseorang. Puisi dapat dipergunakan sebagai media untuk menyampaikan fakta sekaligus emosional. 


Sekali lagi, selamat untuk Emi Suy atas buku puisinya yang terbaru serta semua pencapaian dalam karir kepenyairannya. Enam buku puisi Emi tersebut sekaligus menjadi fakta atau catatan sejarah untuk perjalan seorang Emi Suy. Tetap kreatif, berkarya, produktif, berbagi, serta menginspirasi, Emi Suy. Congratulations.

Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact