Dari Sunyi ke Bunyi, tentang Buku Puisi “IBU MENANAK NASI HINGGA MATANG USIA KAMI” karya Emi Suy - Nanang R. Supriyatin - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Dari Sunyi ke Bunyi, tentang Buku Puisi “IBU MENANAK NASI HINGGA MATANG USIA KAMI” karya Emi Suy - Nanang R. Supriyatin

Dari Sunyi ke Bunyi, tentang Buku Puisi “IBU MENANAK NASI HINGGA MATANG USIA KAMI” karya Emi Suy - Nanang R. Supriyatin

Dari Sunyi ke Bunyi, tentang Buku Puisi “IBU MENANAK NASI HINGGA MATANG USIA KAMI” karya Emi Suy

Nanang R. Supriyatin

 


Kalau ingin merayakan ulang tahun dengan euforia, datanglah ke pesta ulang tahun Anak-Anak. Selain, mungkin disuguhi badut, pesulap maupun sinterklas – kita juga kemungkinan akan larut dalam kuiz yang dibawakan seorang pemandu. Setelah itu, kita bernyanyi lagu ulang tahun diiringi dengan tepuk tangan. Dan sesudahnya akan muncul balon-balon yang dimodifikasi, serta makanan ringan khas anak-anak yang dibagikan. Takada airmata, takada kesedihan, apalagi kepedihan sebagaimana yang saya saksikan tatkala berlangsung ulang tahun penyair Emi Suy, sekaligus launching buku “Ibu Menanak Nasi Hingga Matang Usia Kami”.

              Sebelum membuka isi buku, saya sempat terharu. Saya katakan terharu, tapi tidak cengeng (sesungguhnya saya termasuk lelaki yang cengeng). Ada alasan mendasar tentang hal ini. Pertama, ungkapan ibunda Emi Suy melalui rekaman yang di tayang Riri Satria dari laptopnya. Ada pesan tersirat yang disampaikan sang ibunda, diantaranya doa panjang usia serta jangan lupa sholat. Yang membuat saya terharu, ternyata sang ibunda saat proses rekaman sedang berada di Magetan, Jawa Timur. Entah, berapa lama tak bertemu langsung antara ibu dan anak. Dan, saat membuka buku di bagian pertama, “Ibu Menanak Nasi”, ada ungkapan polos dan bernas yang disampaikan Emi Suy. Setelah sepeninggal ayahnya, sang ibu adalah tulang punggung anak-anaknya. “…Aku ingin membahagiakanmu, ibu. Aku ingin mencatat ibu sebagai perempuan tangguh dalam menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya. Di punggung ibu, berkarung-karung beban ibu gendong. Tak hanya singkong, kentang, kol, wortel dan lain-lain. Ibu sebagai penjual sayur di Pasar Gorang-Gareng setiap hari kulakukan sendiri sayur-sayur itu ke Pasar Magetan.”

                Untuk menguatkan ketabahan seorang Emi, dan kepasrahan seorang ibu, puisi “Ibu Rela” (hal. 20) membuat saya sangat simpatik.

 

IBU RELA

 

setiap malam,

aku tarik selimut usang

dari masa lalu

hadiah ibu

di ulang tahun ketujuh

 

dan masih gema bisiknya

sebelum aku lelap:

 

“tidurlah, nak

ibu rela jadi bulan

yang dihadiahkan malam

untuk kelam”.

 

2021

 

             Keterharuan saya kedua, saat membuka bagian “Matang Usia Kami”, di halaman 54-55-56 terdapat not balok yang kemudian dibuat lagu oleh pianis sekaligus komponis, Ananda Sukarlan. Pilihan larik di puisi “Malam” terasa sangat pas ketika dinyanyikan dan direkam melalui youtube, tentunya di antara para sahabat Emi Suy. Hal ini mengingatkan saya ketika sang pianis membuat formasi instrumental “Sebuah Simponi untuk Perempuan”. Ananda Sukarlan tak lagi asing dalam dunia seni bermain piano. Bahkan prestasinya sudah mendunia, Ia adalah satu-satunya orang Indonesia yang namanya masuk dalam daftar Outstanding Musicians on the 20th Century.

 

MALAM

 

aku tak pernah mengukur

suara dengkur

yang terlanjur karib

 

malamku sedalam sumur

yang kerap kita timba

dari mata air mata yang sama

 

betapa dadamu adalah

laut paling dalam

aku menenggelamkan seluruh

malam

 

             Keterharuan saya ketiga, saat Emi Suy mendapat cinderamata dari sebagian yang hadir. Selain foto dalam bingkai, juga ucapan-ucapan ulang tahun lainnya yang terasa ada nyanyian-nyanyian kecil dalam kesunyian yang panjang.

 

 

Dari Sunyi ke Bunyi

               Kesunyian seorang Emi Suy dapat saya rasakan ketika ia memotret sesuatu yang menurutnya terkesan ekspresif, yang kemudian hasil potretannya itu disimpan dan dipamerkan saat launching. Ini juga bagian yang menarik. Karena ada semacam kolaborasi antara permainkan kamera dengan permainan kata-kata. Apalagi, diperkuat dengan kegiatan sosialnya diluar keseriusannya sebagai fotografer dan seorang penyair. Analogi saya mengatakan, perekaman serta pengabadian pada sebuah lanskap sebagai proses awal menulis puisi, tentulah akan jauh lebih indah daripada bercermin-cermin dalam kamar. Seperti ungkapnya, “…Aku seringkali berhadapan dengan cermin diri melakukan perbincangan dengan diri sendiri, sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk social. Dua hal ini yang mau tidak mau melekat dalam kehidupan ini. Aku sangat menikmati percakapan diri sendiri. Hening. Tanpa suara, tetapi berkata dalam batin.” Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala khusus dengan membandingkan atau mengumpamakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara jelas terhadap objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum.

              Puisi-puisi pendek Emi Suy setidaknya sudah dapat melampui ujian melalui bunyi serta suara yang dinyanyikan Ananda Sukarlan. Ia tidak lagi bersunyi-sunyi, sebagaimana judul-judul puisi di antologi puisi sebelum ini. Baca puisi berjudul “Cermin” (hal. 59): “ia masuk ke dalam cermin/ dan terperangkap// lalu ia marah pada cahaya/ pada wajah-wajah yang berkaca/ bahkan pada dirinya sendiri// (kini ia hanya bisa pasrah/ menunggu/ ada yang meretakkan cermin itu)”. Lantas, keinginan untuk mengedepankan kepenyairan, bisa dibaca pada puisi berjudul “Tekad Jadi Penyair” (hal. 9): “sejak kerap/ jadi tumbal puisi// aku bertekad/ jadi penyair, ibu// agar tak ada lagi manis kata/ yang dijual pada gula”.

               Buku “Ibu Menanak Nasi Hingga Matang Usia Kami” diterbitkan penerbit TereBooks, Januari 2022. Terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, “Ibu Menanak Nasi”. Bagian kedua, “Hingga”, dan bagian ketiga, “Matang Usia Kami”. Terdapat 43 puisi, sesuai dengan hari ulang tahunnya. Prolog oleh Riri Satria, dan Epilog oleh Joko Pinurbo.

               Sebuah buku yang sangat simpatik. Salam.***

 

 

 

Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact