Puisi-puisi Yoevita Soekotjo - Jagat Sastra Milenia

JSM News

Puisi-puisi Yoevita Soekotjo

Puisi-puisi Yoevita Soekotjo

Puisi-puisi Yoevita Soekotjo


MERAPUH


Katamu : Aku sudah berjalan begitu lelah, tapi mengapa belum juga cukup jauh jarak darimu? Bila kau bisa, mengapa aku tidak? Apa kau ini sejenis monster? Rasanya aku telah menjadi rahib yang mengampuni diri sendiri sebelum menjadi gila.


Sudah jangan teruskan perjalananmu. Badai yang menujumu bugil tak berbaju. Masuklah dalam kehangatan selimut angan. Tutup mata dan telinga, dengarkan denyut nadi bicara. 


Rasakan sayapnya terkembang mendekap lesap tubuh letihmu. 


(Jakarta, 27 Oktober 2020)



MALAM BERBISIK 


Ada setan banaspati berbisik renyah di telinga. Sementara malaikat diam membisu wajahnya pucat. Irama jantung bergolak hebat seperti gempa menggerhana. Tetabuh genderang opera malam mengiring tarian api, tengah menelanjangi bulan. Mistis sunyi dan rapal ayat mantra merajut wasangka purba. Meraba jauh sejatinya wajah kekasih dalam selaput tanya. Hanyut kesiup angin merambah wangi tubuh pagi. Terbasuh titik embun jatuh di telaga jiwa membuka mata bimbang. Hujan api meleleh tawar. Paripurna digenggam nafas tasbih pagi.


(Jakarta, 14 Nopember 2020)



AKU TAHU RESAHMU

: puisi untuk Nunung Noor El Niel


Perempuan itu bicara dengan keresahannya. Meminjam malam dan fajar sebagai temannya. Memantik api dan menghisap tembakaunya dalam-dalam meski sesungguhnya tidak senikmat seperti yang kau lihat. 


Aku tahu dia sedang memintal puisi kusut dari kepulan asapnya. Merapal ayat-ayat mantra dari wangi ratus gelung rambutnya yang menyala. 


Di sudut kamar coba disuntingnya lagu demi lagu berbalik arah dari nada murninya. Dan ia betul-betul bergairah digoyang amarah. Aku sangat mengenal lenggok rindunya tercecer dan blangsak. 


Dia tak bicara apa-apa, namun mengisahkan semuanya!


(Jakarta, 8 Desember 2020)



MENYUSUR GARIS PANTAI


Ada terkubur jejak kenangan di pasir putihnya. Seolah menyeret dan membenamkan aku pada janji. Mengupas manisnya puisi rindu di bawah bayangan langit senja. 


Puisi pun dibawa terbang sekawanan burung camar ke atas awan. Meletakkannya sebagai sepasang bintang, berbaur berkilau pada setiap mata yang memandang di lepas laut pasang. 


Di garis pantai, ada puisiku


(Jakarta, 05 Agustus 2020)






YOEVITA SOEKOTJO
adalah nama pena dari Yovita Maria Ekowati Handayani, seorang perempuan mualaf, lahir di Blitar, Jawa Timur, tanggal 10 Februari 1966. Yoevita mulai aktif berkesenian sejak SMP, kemudian semasa SMA ikut mendirikan Teater Alun di SMA Negeri 12 Jakarta pada tahun 1983. Di sinilah kemampuan panggung Yoevita mulai terasah.


Pada kurun waktu tahun 2007 – 2014, Yoevita tinggal di Medan, dan banyak ikut aktivitas teater di Taman Budaya Sumatra Utara di Medan. Yoevota mengakui bahwa komunitas Taman Budaya Sumatra Utara ikut andil dalam membangun dirinya berteater dan berpuisi.


Setelah kembali ke Jakarta pada tahun 2014, Yoevita aktif berpuisi dan berteater di komunitas Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Yoevita menjadi pimpinan produksi Teater Gumilar yang berhasil menjadi juara III Festival Teater Jakarta tahun 2015. Selanjutnya Yoevita bergabung dengan komunitas Dapur Sastra Jakarta dan pada tahun 2019 menjabat sebagai bendahara Yayasan Dapur Sastra Jakarta. Pada tahun 2020, Yoevita bersama beberapa penyair mendirikan komunitas Jagat Sastra Milenia dan aktif bersastra di sana.

Karya puisi Yoevita diterbitkan dalam buku puisi tunggal Pengantin Puisi (2019) serta Opera Tujuh Purnama (2020), serta sebuah buku kumpulan catatan ringan Reborn! Move On! (2020). Buku Sampailah pada Bait Terakhir merupakan buku puisinya yang ketiga atau bukunya yang keempat. Buku ini memuat puisi yang dibuat Yoevita sejak 1 Januari 2020 sampai Yoevita wafat pada tanggal 16 Februari 2021. 


Di samping itu, puisinya juga dimuat dalam 27 buku kumpulan puisi bersama, antara lain Memo Anti Terorisme (2016), When the Days were Raining: Antologi Puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019 (2019), Rindu Rendra: Antologi Puisi untuk Rendra (2019), Mahligai Penyair Titipayung: Antologi Puisi Mengenang Damiri Mahmud (2020), Pandemi Puisi: Antologi Puisi Melawan COVID-19, (2020), Perempuan Bahari (2020), Gambang Semarang (2020), Angin, Ombak, dan Gemuruh Rindu: Antologi Puisi Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (2020), serta Antologi Puisi, Cerpen, dan Esai Alumni MUNSI (Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia) (2020). 


Nama Yoevita Soekotjo juga dimuat pada buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia (2018), serta pemenang pertama kompetisi Women of Words Poetry Slam 2019 pada Ubud Writers and Readers Festival 2019 di Ubud, Bali.


Yoevita wafat di Jakarta, tanggal 16 Februari 2021, enam hari setelah ulang tahunnya yang ke-55, setelah berjuang melawan Covid-19, dan dimakamkan di TPU Bambu Apus, Jakarta Timur.


Disclaimer: Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact